Apakah kamu pernah dengar tentang tambalan sampah samudera Pasifik (The Great Pacific Garbage Patch)? Saya yakin tidak banyak dari kamu yang belum mengenalnya, padahal ini merupakan masalah lingkungan yang penting pada saat ini.
The Great Pacific Garbage Patch, atau dalam Bahasa Indonesia kita sebut Tambalan Sampah Samudera Pasifik, terletak di Samudera Pasifik Utara. Tambalan Sampah ini merupakan kumpulan sampah laut yang berasal dari sampah kapal-kapal laut yang berlayar di Samudera Pasifik. Sampah-sampah tersebut dibawa oleh arus laut dan berkumpul di suatu titik pertemuan arus laut yang kemudian membentuk “pulau sampah”. Sampah meluas sampai ke sebuah wilayah yang sangat luas, dengan perkiraan luas sebesar daerah ukuran Texas, sebuah negara bagian Amerika Serikat.
Setiap tahun, 10% dari 200 milyar pon plastik yang diproduksi secara global berakhir di laut kita. Sekarang, sekitar 46.000 potong sampah plastik yang mengambang di setiap mil dari laut. Kumpulan sampah ini terdiri dari berbagai macam plastik, sampah kimia, dan juga barang rongsokan serta puing-puing atau sisa material lainnya.
Sampah yang bermacam-macam ini disebabkan pembuangan sampah dari kapal-kapal yang berlayar. Namun, 80% dari sampah yang berakhir di tambalan sampah ini berasal dari daratan. Setiap kali kita membuang sampah di selokan ataupun kamar mandi semuanya akan berakhir di Samudra Pasifik. Sisanya berasal dari kapal yang setiap minggunya membuang sampah lebih dari 8 ton ke laut, kemudian arus laut membawa sampah tersebut yang kemudian terperangkap di pusaran arus laut Pasifik Utara. Daerah ini terletak di antara Hawaii dan California, Amerika Serikat.
Perhatian dunia kini tertuju pada keberadaan sampah plastik yang terkumpul di beberapa titik di samudera yang dikenal dengan Zona Konvergensi (Convergence Zones) atau Pusaran Samudera (Ocean Gyres). Zona konvergen merupakan daerah luas tempat bertemunya arus dingin dan arus panas samudra yang menimbulkan daerah dengan arus laut yang tenang. Hal ini memungkinkan kumpulan sampah yang dibuang ke lautan terperangkap dalam satu area tersebut.
Kumpulan sampah ini terdiri dari kepingan-kepingan kecil sampah plastik yang mengapung di permukaan, dan beberapa kepingan kecil lainnya yang tenggelam. Kumpulan sampah lautan terbesar berada di Samudera Pasifik yang berbatasan secara langsung oleh Jepang dan Amerika Serikat, dan dikenal sebagai The Great Pacific Garbage Patch.
Penyebab Tambahan Sampah Samudera Pasifik
Gelombang samudera yang disebut Gyre menjadi penyebab mengapa sampah-sampah itu mengumpul. Gyre menangkap sampah-sampah dan membawanya ke pulau sampah itu. Gyre adalah sebuah gelombang samudra yang berputar-putar mengelilingi wilayah yang tenang.
Sampah-sampah yang mengambang di permukaan air, diambil oleh gelombang dan dibawa ke pusat gyre lalu terjebak di wilayah perairan yang tenang. Sampah-sampah yang terdapat di tambalan sampah samudera pasifik, beberapa mengalami biodegradasi, sementara yang lain termakan tidak sengaja oleh hewan laut, dan yang lainnya terkumpul di pulau tersebut.
Hasil penelitian yang dimuat di jurnal sains, yang terbit pertengahan Februari 2015 lalu, menyebutkan, “Setiap tahun, lautan di seluruh dunia dipenuhi sampah plastik hingga 12,7 juta ton, dan Indonesia menempati urutan nomor 2 dalam daftar 20 negara yang paling banyak membuang sampah plastik di laut. Urutan pertama ditempati Cina yang membuang hingga 3,5 juta ton sampah plastik ke laut setiap tahunnya.”
Anda yang tinggal di ibukota Jakarta atau kota-kota lainnya tentu pernah melihat sungai yang dipenuhi sampah. Sebagian sampah tersebut terbawa hingga laut. Setelah terbawa, sampah-sampah tersebut akan tertiup oleh angin dan membawa sampah-sampah yang terbawa arus tadi ke Tambalan Sampah Samudera Pasifik. Arus laut yang mengarah ke pulau ini menyebabkan sampah-sampah dari seluruh dunia akhirnya terkumpul di sini.
Dampak Tambalan Sampah Samudra Pasifik
Tambalan Sampah Samudera Pasifik sebagian besarnya adalah plastik. Sebagian besar isinya adalah jaring ikan, limbah medis, botol dan kaleng plastik. Volume sampah terbesar di pulau tersebut adalah mikroplastik, yang sangat sulit untuk terurai dan bisa termakan secara tidak sengaja oleh hewan laut.
Saat ini, Samudra Pasifik adalah “tempat sampah” plastik terbesar di dunia. Sampah-sampah itu menjelma menjadi sampah raksasa di tengah laut. Ini sangat berbahaya bagi kehidupan makhluk laut. Burung laut, seperti Albratos raksasa, menganggap sampah-sampah itu sebagai makanan. Hingga Ikan pun memakan sampah-sampah plastik yang kecil.
Tambalan Sampah Samudera Pasifik juga membawa penderitaan terhadap banyak binatang maritim seperti penyu. Penyu laut mati ketika mereka memakan kantung-kantung plastik yang mereka kira adalah ubur-ubur. Hewan lain seperti ikan paus juga dapat menelan mikroplastik yang beracun sehingga sistem pencernaan mereka rusak. Tidak hanya itu, penyu dan anjing laut juga sering ditemukan dalam kondisi terjerat cincin-cincin besi dan bekas jaring
Puing-puing sampah di laut juga dapat membahayakan kesehatan dan keselamatan manusia. Penyelam dapat terluka dengan menginjak pecahan kaca, dan sampah-sampah yang berbahaya, seperti sampah yang tajam dan mengandung bahan kimia yang berbahaya. Sama halnya dengan organisme di laut, penyelam juga bisa terperangkap dalam jaring.
Great Pacific Garbage Patch tidak berada di dekat tempat penyelaman maupun terumbu karang. Bentuk kehidupan utama yang ditemukan di wilayah sampah itu berupa fitoplankton dan hewan-hewan laut migratoris. Meskipun ini mungkin kabar yang melegakan bagi para scuba divers, ingatlah bahwa samudera adalah sebuah sistem terbuka dan polusi atau kerusakan di area manapun pada akhirnya akan mempengaruhi semua perairan yang berhubungan dengannya.
Fitoplankton yang hidup di wilayah pulau sampah itu memiliki peranan penting dalam rantai makanan di lautan. Fitoplankton merupakan organisme kecil yang bisa berfotosintesis dan menggunakan cahaya matahari untuk menghasilkan energi. Mahkluk ini merupakan dasar rantai makanan dan tanpa keberadaannya hewan-hewan seperti ikan paus, ubur-ubur, dan penyu akan mati kelaparan. Untuk menjaga agar jejaring makanan tetap sehat, fitoplankton membutuhkan ruang hidup yang bersih.
Saat ini, keberlangsungan hidup ikan mulai terancam. Hal ini karena anak- anak ikan lebih memilih memakan partikel mikroplastik daripada plankton, makanan mereka yang sebenarnya. Demikian hasil penelitian terhadap ikan Perca (Perch) yang dilakukan oleh ilmuwan dan telah dipublikasikan di Jurnal Science.
Mikroplastik berasal dari sampah plastik yang telah terurai secara alami. Sebagian besar serat mikro pada pakaian sintetis juga terbuat dari plastik dan setiap kali dicuci, partikel-pertikel kecil itu gugur dalam air limbah. Ukurannya yang cukup kecil membuat partikel itu lolos dari pengolahan limbah dan mencemari laut.
Tentu saja mikroplastik bukanlah satu-satunya bencana bagi kehidupan air. Partikel kecil pada pasta gigi atau pembersih muka yang berguna untuk membersihkan kulit juga merupakan polutan air. Partikel Micro Beads dapat menyebabkan terumbu karang mati kelaparan karena menyumbat sistem pencernaan polip karang.
Penelitian yang dilakukan oleh Moore, NOAA, dan lembaga lain menunjukkan bahwa pulau-pulau sampah terus bertumbuh. Upaya telah dilakukan untuk membersihkan mereka, tetapi daerahnya terlalu luas dan rentang dampaknya yang tidak optimal untuk membuat dampak yang signifikan.
Solusi Tambalan Sampah Samudra Pasifik
Atas masalah-masalah yang sudah ditimbulkan oleh Tambalan Sampah Samudra Pasifik, terdapat berbagai solusi yang dipikirkan, yang bisa menjadi faktor pencegahan polusi air agar Tambalan Sampah Samudera Pasifik tidak semakin menumpuk.
Solusi adalah sebagai berikut:
- Hentikan dari sumbernya. Reuse, (menggunakan kembali), Reduce (mengurangi penggunaan), dan Recycle (mendaur ulang) sampah bisa mencegah semakin membesarnya Pacific Garbage Patch. Gantilah kantung plastik dengan tas kain yang bisa dipakai berulang kali agar tidak mencemari lingkungan.
- Pemerintah mengontrol sampah. Pemerintah harus dapat menyediakan tempat pembuangan akhir dan membatasi penggunaan sampah, barang-barang yang tidak bisa didaur ulang, serta mencegah penggunaan plastik oleh masyarakat.
- Pendidikan kepada masyarakat. Pemerintah harus bisa mengajarkan dan menanamkan pikiran untuk menjaga kebersihan lingkungan pada masyarakat Indonesia. Pemerintah juga harus mengajarkan masyarakat untuk menggunakan bahan yang eco-friendly sehingga aman bagi lingkungan. Dengan berbuat seperti itu, masyarakat Indonesia akan terbiasa untuk tidak membuang sampah sembarangan dan mengurangi jumlah sampah yang datang dari manusia.
- Mengajak orang lain untuk tidak menggunakan plastik. Beri tahu ke orang-orang kalau plastik tidaklah bagus, gunakan fakta-fakta tentang bagaimana sampah plastik membutuhkan ratusan tahun untuk terurai secara sepenuhnya. Semakin banyak orang yang waspada, semakin banyak pada kesempatan untuk perubahan.
Sebagai pemimpin yang visioner, seorang manusia harus bisa bertanggung jawab kepada kesehatan lingkungan dan turut menjaga lingkungan. Ini bisa kita kaitkan dengan Habits of Empowerment pertama, yaitu “Respect Myself, Everyone and Everything”, kita harus bisa menghormati lingkungan kita.
Meskipun solusi-solusi di atas dapat mengurangi sampah di Tambalan Sampah Samudera Pasifik ataupun dapat menjadi pencegahan polusi air secara umum, hal tersebut tidak bisa terlaksanakan dengan lancar dan efektif jika kita tidak mulai dari diri kita sendiri. Jadi, sebelum anda membuang sampah sembarangan, sebaiknya pikirkan lagi akibatnya.
Lingkungan merupakan ciptaan tuhan yang dititipkan kepada manusia. Lingkungan wajib dilestarikan dan dijaga agar tetap menjadi penopang hidup bagi manusia dan makhluk hidup, demi keberlangsungan kita semua. Kehadiran lingkungan hidup itu sebenarnya sangat penting untuk keberlangsungan hidup manusia. Namun terkadang, manusia tidak menghargai lingkungan dengan sepenuhnya.
Ditulis oleh Agassi Revano Harsya di Jurnal Bumi dan Alam Semesta | Volume 1 Tahun 2017